Minggu, 10 Juni 2012


Surat Buat Ibu

Ibu entah mengapa aku menuliskan ini saat ini aku terpuruk. Aku merasa bersalah sekali, berdosa. Merasa bukanlah apa-apa, atau siapa-siapa.Dan entah, mengapa di saat seperti itu aku akan selalu ingat kau ibu. Aku rindu kau. Selalu saja, selalu begitu. Selalu jika aku ingat kau, aku tak kuasa untuk tidak meneteskan air mata. Sampai saat ini aku belum bisa memberi sesuatu untuk ibu, aku belum bisa menjadi apa apa (meski kau tak pernah minta sesuatu dariku). tapi ibu tak pernah mau berhenti menjadi ibu. Menjadi ibu adalah karunia terbesar yang diberikan Allah , mungkin itu pikiranmu ibu. Kami kini semua beranjak dewasa ibu. Dan aku, telah menginjak semester keempat perkuliahanku.dan Do’akanlah aku ibu semoga menjadi lebih baik dan bermanfaat dan aku ingin membahagiakanmu ibu
Aku ingin kau tersenyum di hari tuamu, menatap bangga anakmu Dan ibu menciumku, menggumamakan sesuatu, yang pasti do’a ,yang kutahu tak pernah lupa untuk ibu panjatkan. ibu, aku tak ingin menangis. Tapi entah mengapa aku menangis menuliskan ini. Apakah karena aku belum bisa memberi yang terbaik buat ibu. bagaimana kabar ibu sekarang,
di saat aku jauh dari ibu
kadang aku rindu masa kecilku . Aku rindu saat ibu mengangkatku tinggi tiap kali ibu selesai memandikanku menjadi dewasa adalah menjadi seseorang yang harus berani bertanggung jawab. Dulu sewaktu kecil aku selalu meminta pembenaran dari ibu tiap kali melakukan sesuatu yang tidak biasa. Apakah masih ingatkah ibu, dulu tiap kali aku ingin membatalkan puasa (setelah bandel di siang bolong ramadhan bermain dan berlarian bersama teman-teman yang membuatku kehausan) aku selalu meminta pertimbangan ibu. Lama waktu itu aku merajuk, sampai akhirnya ibu luluh dan berkata : ya sudahlah. Aku tak pernah berani untuk sembunyi-sembunyi membatalkan puasaku, karena ibu tak pernah mengajarkan seperti itu . Dan sekarang ibu, aku harus memutuskan sendiri tindakanku. Lalu akupun harus mempertanggungjawabkan sendiri tindakanku itu. Sekarang aku harus bisa menjaga diriku sendiri ibu.sungguh berat sekali ibu. Aku harus bisa menopang kedua kakiku agar tidak tergelincir Aku membayangkan begitu beratnya menjadi seorang ibu. Saat itu aku terdiam ibu,andaikan aku sekarang bisa menjadi orang sukses ibu aku kan sesalalu membahagiakanmu lebih dari apapun, mungkin aku bisa menjadi lebih bermanfaat bagi ibu,
Tapi ibu tak pernah sedih kan. Ibu menerima semua penyakit yang diberikan Allah itu dengan (ah sekali lagi) senyuman. Bahwa itu ujian Allah. Ibu tak pernah menyerah, itu bukanlah sebuah alasan untuk ibu menghentikan aktifitas ibu (walaupun ibu semain kesulitan berjalan). Tak ada yang bisa menghentikan ibu. Ah kemarin aku pun tak bisa menghentikan ibu yang sampai terhuyung-huyung memanen salak sendiri di kebun belakang rumah . Kenapa? Karena kau tahu salak itulah yang biasa aku bawa balik ke Surabaya setiap kali aku pulang. Bu, aku terenyuh memandangnya kala itu, memandang langkahmu yang tidak lagi tegap karena lebih banyak bertumpu pada satu kaki.
. Semuanya akan menjadi ringan bila dilaporkan padamu. Kau selalu menenangkan . Entahlah, mungkin itu senjata yang diberikan Allah pada semua ibu di muka bumi. Kau tak perlu banyak berkata-kata, kau cukup memandang, dengan wajah teduhmu, dan subhanallah, semuanya terasa ringan kembali. Semuanya seolah bukanlah beban. Semua itu bu, semuanya, membuat aku bertambah sayang pada ibu.Aku mencintaimu bu, walau itu tak pernah terucap. Sama halnya kau tak pernah mengucap kata cinta pada anak-anakmu , tapi aku tahu kau mencintai kami bu. Kecintaanmu bahkan tak terwakili oleh kata cinta itu sendiri.
Akhirnya hanya itu yang mungkin bisa kuberikan bu. Semuanya menguap. Aku tergugu. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Terlalu banyak kasih sayangmu yang coba aku ceritakan. Terlalu beragam senyummu yang coba aku terjemahkan. Semuanya terlalu sesak. Tak akan muat dalam lembaran kertas.
Maafkan anakmu ini ibu, karena bahkan sampai sebesar ini masih sering merepotkanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar